Kajian Kritis
Pemanfaatan ICT untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
di Sekolah Dasar
A.
PENDAHULUAN
Tulisan ini menyajikan tentang pendidikan di Indonesia,
secara khusus yaitu tentang bagaimana memanfaatkan ICT (Information
Comunication Technologi) pada proses pembelajaran di sekolah dasar oleh
para guru.
Buku berjudul “
Menghubungkan Pembelajaran dengan Teknologi yang ditulis oleh Sharon Adams dan Mary Burns dari
Southwest Educational Development Laboratory Austin, TX USA ini dipilih karena
memberikan gambaran secara jelas bagaimana sekolah khususnya guru dapat
memanfaatkan ICT untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Disisi lain Maraknya
sekolah – sekolah mengadakan komputer secara besar – besaran dengan tujuan
untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah, ternyata keadaan tersebut
berbalik dari tujuan semula yakni pengadaan komputer dilakukan agar mendapatkan
pengakuan dari wali murid dan masyarakat bahwa sekolah tersebut terkesan
modern.
B. RANGKUMAN
Angin perubahan telah merevolusi pendidikan di
seluruh dunia. Dari universitas-universitas dan institusi-insititusi
penelitian, penelitian pendidikan, psikologi kognitif dan neurologi telah
menawarkan pandangan baru tentang bagaimana manusia belajar. Dan dari pasar
kerja global, infusi teknologi telah meredefinisikan ketrampilan kerja dan
harapan masyarakat tentang makna individu yang berpendidikan.
Secara lebih meluas di
ruang-ruang kelas di setiap negara di dunia, para guru menggunakan teknologi
untuk membantu mereka menghadapi tantangan yang diberikan oleh perubahan. Konstruktivisme,
sebuah teori belajar, memberikan kerangka kerja yang berharga mengenai
penggunaan komputer dan teknologi bentuk lain dalam cara yang produktif dan
menarik. Teknologi dapat memperkaya cara para siswa dalam menggunakan sumber
daya pembelajaran yang bervariasi dan membantu mereka memperoleh pemahaman
tentang dunia mereka.
Dibantu oleh para guru dan
teman-teman mereka sebagai siswa individual, para siswa ini dapat menggunakan
teknologi untuk meningkatkan keterhubungan diri dengan sumber daya pembelajaran
di luar dinding sekolah. Walaupun demikian, pada awalnya komputer bukanlah
sarana pembelajaran sehingga sebagian besar guru membutuhkan saran-saran
mengenai bagaimana menggunakannya. Kajian ini sedikit memberi wawasan kepada para pembaca
khususnya para guru untuk mempelajari lebih dalam pemanfaatan ICT dalam
pembelajaran. Kajian ini bukanlah manual siap pakai, namun sebuah inspirasi yang perlu didiskusikan
kembali tentang penggunaan
teknologi dalam lingkungan yang mendukung pembelajaran.
Information and Communications
Technologies (ICT) adalah
alat-alat seperti radio, televisi, handphone dan komputer. Dalam buku ini, kita
membatasi “teknologi” untuk hanya meliputi komputer dan alat lain yang melekat
dengan komputer. Inti kupasan buku ini adalah :
·
Diawali
dengan selayang pandang tentang prinsip-prinsip pembelajaran yang berdasarkan
teori konstruktivisme,
·
Bab 1 dan Bab 2 mempresentasikan aktivitas
kelas tanpa teknologi.
·
Bab
3 dan Bab 4 mempelajari metode-metode bagaimana komputer dapat mendukung
pembelajaran dalam kelas.
·
Bab
5 adalah ikhtisar praktis untuk tanya-jawab,
dan hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk memperkenalkan teknologi ke dalam
lingkungan pembelajaran. Bagian yang mencantumkan sumber daya-sumber daya
pembelajaran juga disediakan bagi mereka yang ingin memperoleh informasi lebih
jauh tentang teknologi dan teori konstruktivisme.
Sekilas, kemungkinan perbedaannya tidak langsung terlihat.
Kedua model kelas sama-sama mengikuti kurikulum, keduanya memasukkan metode
membaca teks, dan keduanya menggunakan diskusi yang dipimpin oleh guru. Namun, apabila kita melihat lebih seksama, strategi
pembelajaran yang digunakan di kelas ke-2, ternyata disusun berdasarkan
cara-cara dan proses belajar individu.
- Guru bertanya pada siswa tentang pengetahuan yang mungkin telah mereka kuasai sebelumnya, pertama dengan cara berbagi pengalaman sehubungan dengan materi pembelajaran (“Apa yang kamu ketahui tentang daerah ini?”), kemudian dengan pelaksanaan struktur aktivitas itu sendiri. Siswa harus menggunakan ingatan akan perjalanan sebelumnya untuk merencanakan perjalanan yang akan datang.
- Dengan perjalanan sebagai pedoman untuk mempelajari materi, buku teks menjadi sumber informasi yang relevan yang dapat diaplikasikan ke dalam rencana yang dibuat siswa. Mereka dapat mengasimilasi informasi yang sesuai dengan kerangka kerja. Apabila mereka menemukan informasi yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka akan daerah tersebut (misalnya, “Saya tidak tahu bahwa di Solo ada sungai.”), mereka harus memutuskan untuk mengakomodasi informasi baru ini, atau menolaknya sebagai sesuatu yang tidak relevan atau salah. Guru harus dapat mengungkap keputusan-keputusan internal semacam ini. Kalau tes atau ulangan-ulangan dapat memonitor pemahaman siswa, ada metode-metode efektif lainnya yang dapat digunakan seperti: i) merangsang siswa untuk aktif menjelaskan dan mempresentasikan hasil kerja atau strategi mereka, dan ii) mendengarkan percakapan kelompok kecil atau diskusi kelompok besar.
- Sumber-sumber otentik (misalnya, surat koresponden dari daerah tersebut, informasi dari wawancara) dapat menambah materi yang dipaparkan dalam teks.
- Para siswa secara aktif mencari informasi tentang tempat tujuan dan hal-hal yang akan ditemui selama perjalanan. Mereka juga dapat merefleksikan usaha mereka dengan cara menulis jurnal harian.
- Presentasi dari portofolio siswa akan memberikan peluang secara formal untuk interaksi sosial. Hal ini memberi kesempatan kepada siswa untuk memaparkan hasil kerja dan mendiskusikannya siswa lain. Walaupun tidak dibahas dalam skenario ini, percakapan informal adalah cara yang sama pentingnya bagi siswa untuk mendiskusikan proyek mereka. Guru dapat merencanakan aktivitas kelompok kecil yang dapat memberikan peluang bagi siswa untuk berbagi hasil kerja.
- Dengan memberikan tanggung jawab kepada siswa untuk menyelesaikan proyek, guru akan menawarkan konteks yang menarik dan relevan, memberikan struktur aktivitas untuk dipenuhi, dan meningkatkan rasa nyaman siswa dan rasa ‘keterhubungan’ siswa dengan kurikulum. Karena belajar adalah proses yang dikendalikan secara internal, seorang siswa harus dapat merasakan keterhubungan ini untuk meningkatkan tingkat pemahaman mereka.
Melihat kembali kelas pertama, kita
menyadari bahwa sebagian besar materi kurikulum ternyata dikendalikan oleh
guru. Siswa bukan peserta, tetapi
pengamat. Games atau permainan-permainan bisa menjadi sarana yang berharga
untuk membantu siswa mengeksplorasi materi, tetapi perlu diingat bahwa
permainan yang hanya membutuhkan ingatan tentang fakta-fakta sederhana dan
definisi (seperti teka-teki mencari kata), tidak dapat meningkatkan tingkat
pemikiran kita.
C.
KRITIK
Buku karya Sharon
Adams dan Mary Burns sangat bagus dan bermanfaat. Bagi sekolah – sekolah yang
sudah memiliki peralatan ICT ( camera digital, handycam, computer, LCD
proyektor dll). Buku ini bisa dipakai
untuk mengembangkan pembelajaran yang berbasis ICT. Yang terpenting adalah
keinginan sekolah untuk memanfaatkannya. Yang perlu penulis sarankan pada buku
ini adalah :
Perlu ditambahkan model pembelajaran yang memanfaatkan ICT
secara utuh yang meliputi 4 komptensi guru yang harus dikuasi antara lain, hal
ini sejalan dengan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses :
1. Merencanakan Pembelajaran
Bagaimana format Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran ?
2. Menerapkan Pembelajaran
Beberapa contoh aktifitas yang
menggambarkan proses pembelajaran dengan menggunakan / memanfaatkan ICT.
3. Mengelola Kelas
Bagaimana penataan ruang kelas jika
kelas tersebut mau menerapkan ICT dalam pembelajaran
4. Mengevaluasi ( melakukan penilaian)
Bagaimana melakukan penilaian apakah
unsur kompetensi menggunakan ICT juga dimasukan penilaian.
Penulis meyakini jika materi tersebut
diatas dimasukan atau melampiri buku Menghubungkan Pembelajaran Siswa dan Teknologi karya Sharon Adams dan Mary
Burns akan sangat bagus dan implemented.
D.
SIMPULAN
Berdasarkan tulisan artikel dan saran yang diajukan
maka dapat disimpulkan bahwa Pemanfaatan ICT untuk meningkatkan kualiatas
pembelajaran bisa terjadi. Jika seorang tenaga pendidik memiliki wawasan dan
ketrampilan dalam hal :
1.
ICT
diintegrasikan pada proses pembelajaran, bukan dipelajari secara khusus seperti
di lembaga kusrus.
2.
Para
guru memahami benar tentang teori kontrusktifisme untuk diimpelemntasikan dalam
pembelajaran.
3.
Para
guru mengenal dan menguasai perangkat yang tersedia pada ICT.
4.
Ruang
kelas dinamis untuk keleluasaan siswa mengakses sumber belajar yang tersedia
ICT.
Perubahan
paradigma perlu dilakukan dari mempelajari computer (ICT) menjadi memanfaatkan
computer (ICT) dalam proses pembelajaran. Semoga menjadi tambahan wawasan untuk
kita semua.
E.
REFERENSI
- Bagley, C., & Hunter, B. (July 1992). Constructivism and Technology: Forging a New Relationship. Educational Technology, 22-27.
- Balkcom, S. (1992). Cooperative Learning: What Is It? Washington, D.C: Office of Educational Research and Improvement. (ERIC Document Reproduction Service No. ED 346 999).
- Boethel, M. (1996). The Promise and Challenges of Constructivist Professional Development: A Review of the Literature of the SCIMAST Approach. Unpublished manuscript, Southwest Educational Development Laboratory.
- Boethel, M., & Dimock, V. (1999). Constructing Knowledge with Technology: A Review of the Literature. Austin, TX: Southwest Educational Development Laboratory.
- Brooks, J., & Brooks, M.G. (1993). In Search of Understanding: The Case for Constructivist Classrooms. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.
6. Depdiknas (2007), PP No. 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses.
- Modul BBM BERMUTU ( 2007) Dep Diknas Pemanfaatan ICT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar